Senyawa propolis asli Indonesia yang dihasilkan oleh lebah Tetragonula biroi aff dikembangkan sebagai alternatif pengobatan Virus Corona |
Peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Muhamad Sahlan mengembangkan senyawa propolis asli Indonesia yang dihasilkan oleh lebah Tetragonula biroi aff, sebagai alternatif pengobatan dan pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19).
Sebagaimana dilaporkan dalam rilis pers UI, propolis tersebut terbukti memiliki komponen penghambat alami yang dapat digunakan untuk menghasilkan obat dengan efek negatif minimal baik terhadap tubuh manusia maupun sumber daya alam yang tersedia. Sahlan menuturkan bahwa komposisi propolis tidak selalu sama di seluruh dunia. Pada penelitian ini, senyawa propolis berasal dari lebah Tetragonula biroi aff, perlu dipahami bahwa propolis memiliki karakteristik berbeda tergantung pada sumber tanaman dan lokasinya. Perbedaan sumber tanaman, lokasi, serta proses penelitiannya akan membedakan pula senyawa-senyawa propolis yang dihasilkan.
Hal ini sejalan dengan Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 68-69 :
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat-tempat yang dibikin manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minumam (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
Dari Firman Allah diatas, kita tahu bahwa madu bisa dibedakan berdasarkan lokasi sarangnya antara lain lebah gunung (bukit-bukit), lebah hutan (pohon-pohon) dan lebah ternak (tempat-tempat yang dibikin manusia). Para peneliti telah membuktikan bahwa sarang lebah dengan bentuk heksagonal lebih kuat dan lebih efesien karena bentuk ini tidak menyisakan ruang-ruang kosong sebagaimana bentuk lingkaran. Uniknya lebah membuat sarangnya dimulai dari sudut-sudut ruangan hingga menyatu ke tengah-tengah dengan sangat sempurnya tanpa tambal sulam, tanpa ada rongga kosong atau salah sudut.
Lebah pekerja menempuh jarak sekitar 7 kilometer guna mendapatkan bunga-bunga yang cocok atau sesuai dengan keputusan bersama yang telah disepakati pada hari itu. Walaupun harus menempuh jarak sejauh itu, mereka tidak pernah tersesat untuk kembali ke sarang mereka (tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu) seraya membawa serbuk-serbuk sari. Serbuk sari adalah cairan yang dihasilkan oleh bunga dan mengandung zat gula. Ketika lebah hinggap pada kelopak bunga dia akan mengisap serbuk sari menggunakan lidah dan memasukkannya ke dalam kantong madu. Proses itu dilakukan berulang-ulang sampai kantong itu penuh.
Selama perjalanan pulang, serbuk sari ini akan berubah menjadi madu karena diproses oleh kelenjar khusus di dalam tubuh lebah. Ketika lebah pekerja sampai di sarangnya, ia akan menuangkan madu yang dibawanya ke dalam sel-sel kosong dalam sarang tersebut. Dalam satu musim, satu sarang lebah dapat menghasilkan sekitar 18 kilogram madu. Kecepatan terbang lebah bisa mencapai lebih dari 65 kilometer per jam. Kecepatan ini hampir setara dengan kecepatan laju mobil. Saat membawa beban serbuk sari, kecepatan lebah akan berkurang menjadi sekitar 30 kilometer per jam. Namun, jangan lupa bahwa lebah mampu membawa beban serbuk sari sebanyak dua pertiga dari berat badannya.
Untuk menghasilkan satu kilogram madu dibutuhkan penerbangan kira-kira sejauh 400.000 kilometer, atau setara dengan 10 kali putaran mengelilingi bumi di garis khatulistiwa. Dan selama penerbangan itu, terjadi perubahan kimiawi pada serbuk sari. Pada saat musim bunga, lebah pekerja akan memberikan bawaannya kepada lebah yang lain dalam rangka efisiensi waktu. Lalu, ia segera kembali ke tempat bunga dan memanen sari-sari bunga.
Saat ini beberapa negara tengah mengembangkan obat dan vaksin untuk COVID-19. Salah satunya adalah Cina yang mengembangkan obat berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh Prof. Yang dari Shanghai Tech University pada Januari 2020. Pada penelitiannya, Prof. Yang berhasil memetakan struktur protein virus Corona dimana ditemukan bahwa virus Corona penyebab COVID-19 harus menempel padasel hidup (dalam hal ini paru-paru manusia) sebelum menyuntikkan struktur genetiknya pada sel hidup tersebut untuk berkembang biak. Untuk memutus aktivitas ini, dikembangkan senyawa kimia penghambat bernama N3 sebagai alternatif obat untuk COVID-19. “Yang menarik bagi saya, propolis yang saya teliti ini memiliki sifat menghambat proses menempelnya virus terhadap sel manusia yang mirip dengan senyawa N3.
Dengan menggunakan struktur model COVID-19 yang ada, senyawa-senyawa propolis diujikan untuk melihat apakah dapat membentuk ikatan pada virus COVID-19 bila dibandingkan dengan ikatan senyawa N3," kata Sahlan yang telah sembilan tahun meneliti tentang propolis. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa tiga dari sembilan senyawa yang ada di propolis asli Indonesia memiliki kekuatan menempel yang cukup baik pada virus COVID-19. Bila senyawa N3 memiliki nilai -8, senyawa Sulawesins a memiliki nilai -7.9, Sulawesins b (-7.6) dan deoxypodophyllotoxin (-7.5). “Jadi, semakin negatif nilai yang dimiliki menunjukkan semakin besar kemampuan senyawa menempel pada virus COVID-19. Hal ini membuat virus tidak dapat menempel pada sel hidup manusia untuk kemudian berkembang biak,” ujar Sahlan tentang hasil pengujiannya. “Tentu saja penelitian ini belum masuk kedalam tahapan klinis karena Indonesia sendiri baru mengumumkan pasien positif Corona pada Senin (2/3/2020) yang lalu.
Akan tetapi hasil penelitian ini tentu sangat menjanjikan untuk dikembangkan menjadi alternatif obat dari Indonesia untuk menyembuhkan maupun mengurangi perkembangan virus Corona tidak hanya di Indonesia tetapi juga ke negara lain,” kata Hendri D.S. Budiono, Dekan FTUI. Saat ini penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Sahlan dan timnya sedang pada tahap mengenali senyawa-senyawa yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat COVID-19. Tahapan selanjutnya adalah pengoptimasian senyawa-senyawa tersebut sebelum dilakukan uji klinis dan pengembangan obat.
0 Komentar