JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi bangkrutnya Yunani karena gagal bayar utang terhadap International Monetary Fund sebesar USD1,54 miliar atau Rp22 triliun. Namun, tetap menjadi perhatian pelaku pasar keuangan. "Tentu. Karena Yunani itu kan bukan persoalan kita saja, persoalan Uni Eropa (UE). Keputusan UE berarti adalah itu yang dianggap paling sedikit risikonya, karena UE mungkin ingin mendisiplinkan semua anggota UE supaya melakukan kebijakan yang rasional," kata Sofyan di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/7/2015).
Sofyan meminta agar bangkrutnya Yunani menjadi pembelajaran pemerintah Indonesia dalam mengelola utang. Walaupun posisi utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia cukup bagus di level 25 persen.
"Prinsipnya kan kita enggak bisa hidup di luar kemampuan kita. Yunani kan yang terjadi begitu, sampai gaji pun mereka dari utang. bansos juga utang. Itu bahaya sekali. sampai kemudian besar pasak dari tiang. Itu pembelajaran buat kita," tegasnya.
Diakui Sofyan, kondisi utang Yunani sebelumnya cukup bagus ketika menjadi anggota UE. Namun, jika keluar dari anggota UE akan membuat kondisi perbankan Yunani seperti krisis moneter Indonesia yang terjadi pada 1998.
"Dulu mereka ketika menjadi anggota UE, utang mereka bisa menjadi bagus sekali, sehingga diberi kepercayaan oleh investor. Kalau dia keluar, berarti dia harus kembai ke mata uang sebelumnya. Itu barangkali akan hilang nilainya 50 persen. Bank-bank di sana akan kembai ke jaman kita dulu," paparnya.
Pemerintah terus menjaga kondisi perekonomian dalam negeri stabil. Walaupun tetap membuat kondisi nilai tukar Rupiah akan melemah karena faktor eksternal. Namun, hal tersebut dapat diantisipasi dengan faktor internal.
"Kan ada faktor eksternal, itu enggak bisa dikontrol. tapi ada faktor internal, seperti percepatan spending pemerintah , investasi swasta, permudah perizinan supaya investasi itu meningkatkan daya beli masyarakat. Karena ekspor juga tidak terlalu bagus," tutupnya.
Sofyan meminta agar bangkrutnya Yunani menjadi pembelajaran pemerintah Indonesia dalam mengelola utang. Walaupun posisi utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia cukup bagus di level 25 persen.
"Prinsipnya kan kita enggak bisa hidup di luar kemampuan kita. Yunani kan yang terjadi begitu, sampai gaji pun mereka dari utang. bansos juga utang. Itu bahaya sekali. sampai kemudian besar pasak dari tiang. Itu pembelajaran buat kita," tegasnya.
Diakui Sofyan, kondisi utang Yunani sebelumnya cukup bagus ketika menjadi anggota UE. Namun, jika keluar dari anggota UE akan membuat kondisi perbankan Yunani seperti krisis moneter Indonesia yang terjadi pada 1998.
"Dulu mereka ketika menjadi anggota UE, utang mereka bisa menjadi bagus sekali, sehingga diberi kepercayaan oleh investor. Kalau dia keluar, berarti dia harus kembai ke mata uang sebelumnya. Itu barangkali akan hilang nilainya 50 persen. Bank-bank di sana akan kembai ke jaman kita dulu," paparnya.
Pemerintah terus menjaga kondisi perekonomian dalam negeri stabil. Walaupun tetap membuat kondisi nilai tukar Rupiah akan melemah karena faktor eksternal. Namun, hal tersebut dapat diantisipasi dengan faktor internal.
"Kan ada faktor eksternal, itu enggak bisa dikontrol. tapi ada faktor internal, seperti percepatan spending pemerintah , investasi swasta, permudah perizinan supaya investasi itu meningkatkan daya beli masyarakat. Karena ekspor juga tidak terlalu bagus," tutupnya.
0 Komentar