Dua Cara Mendapatkan Dana dari Luar Negeri

Dalam mendefinisikan “memperoleh dana dari luar negeri”, menurut hemat kami PMA A mungkin mendapatkannya dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui perjanjian pinjam-meminjam (loan agreement) atau dana luar negeri tersebut diberikan dengan cara penanaman modal asing ke dalam badan hukum Perseroan Terbatas PMA A. Kedua cara tersebut tentu saja membawa akibat hukum yang berbeda. Berikut ini kami jabarkan perbedaan antara kedua cara tersebut:

I.        Penerimaan Dana Luar Negeri Dilakukan Dengan Penanaman Modal Asing (Foreign Capital Investment)

Dalam bagian ini kami mengasumsikan dana luar negeri yang diberikan kepada PMA A diberikan sebagai modal Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing A (“PT PMA A”), sehingga pemberi modal luar negeri menjadi salah satu pemegang saham dalam PT PMA A. Perlu diingat bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penanaman Modal Asing (PMA) wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Dalam hal PMA A telah berbadan hukum dan telah melaksanakan operasionalnya di Indonesia, maka dana dari luar negeri yang diperoleh dapat dimasukkan ke dalam PT PMA A dengan cara peningkatan modal perseroan atau dengan membeli saham yang sudah ada (eksis) dari pemegang saham PT PMA A. Dalam hal ini pembagian keuntungan (profit sharing) dilakukan melalui pembagian dividen, sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor asing dalam PT PMA A. Pembagian deviden tersebut sesuai dengan hak pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/2007”).

Pasal 52 ayat (1) huruf b UU 40/2007 menyatakan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menerima pembayaran dividen. Pembagian dividen kepada para pemegang saham PT PMA A wajib memperhatikan ketentuan dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 73 UU 40/2007.  

Apabila PT PMA A belum berdiri (belum berbadan hukum) dan belum memulai operasionalnya di Indonesia, maka dana dari pihak asing asing diberikan sebagai modal perseroan dan penanam modal asing tersebut menjadi salah satu pemegang saham PT PMA A. Dalam skenario ini, para pendiri PT PMA A wajib memperhatikan komposisi kepemilikan modal asing sesuai dengan bidang usaha yang akan dilaksanakan PT PMA A,sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (“Perpres 39/2014”).

Selain daripada itu, para pendiri PT PMA A wajib memperhatikan tata cara dan persyaratan pendirian perseroan terbatas penanaman modal asingsebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 12 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal.

Dalam hal ini, pembagian dividen atau profit sharing dapat dilakukan apabila dalam perjalanannya, PT PMA A memperoleh keuntungan bersih yang telah dikurangi kewajiban penyisihan cadangan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) UU 40/2007. Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 71 ayat (2) UU 40/2007 laba bersih yang telah dikurangi penyisihan untuk cadangan wajib tersebut dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

II.        Penerimaan Dana Luar Negeri Diperoleh Melalui Pinjaman (Utang Luar Negeri)
Jika pemodal luar negeri memberikan dananya dengan cara memberikan pinjaman kepada PT PMA A, maka PT PMA A akan memiliki Utang Luar Negeri (“ULN”) dan menjadi Debitur Utang Luar Negeri (“Debitur ULN”). Dalam skenario ini, pembagian keuntungan (profit sharing) dapat diperjanjikan oleh para pihak dan dituangkan dalam sebuah perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam yang mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak.

Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar (“UU 24/1999”), maka PT PMA A wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukannya secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Adapun definisi Lalu Lintas Devisa menurut Pasal 1 angka 1 UU 24/1999 adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. Definisi Penduduk menurut Pasal 1 angka 3 UU 24/1999 adalah orang, badan hukum atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri. Dengan demikian, PT PMA A sebagai badan hukum atau badan dalam bentuk lainnya wajib melaporkan ULN yang akan diterima kepada Bank Indonesia.

Sebagai Debitur ULN, PT PMA A wajib memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/17/DINT Tahun 2013 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, Dan Informasi Keuangan (“SEBI 15/2013”). Kami mengasumsikan bahwa bidang usaha PMA A bukan dalam bidang perbankan, sehingga ketentuan SEBI 15/2013 berlaku dan mengikat PT PMA A. Dalam ketentuan tersebut, PT PMA A wajib untuk melaporkan rencana ULN dengan cara online ke situs https://www.bi.go.id/lkpbuv2 paling lambat tanggal 15 Maret tahun berjalan pukul 24.00. Pelaporan tersebut berlaku bagi utang jangka pendek maupun utang jangka panjang. Hal ini dapat terlihat dari bunyi butir III.2.a dan b SEBI 15/2013 yang menyebutkan:

a.    Kewajiban penyampaian Laporan Rencana ULN sebagaimana dimaksud pada butir III.1.a.1) berlaku bagi:
1)    Pelapor yang berencana untuk memperoleh ULN Jangka Panjang baru selama 1 (satu) tahun berjalan;
2)    Pelapor yang berencana untuk memperpanjang (roll over) ULN Jangka Panjang; dan/atau
3)    Pelapor yang berencana memperpanjang ULN Jangka Pendek menjadi Jangka Panjang.
b.    Dalam hal Pelapor tidak memiliki rencana untuk memperoleh ULN Jangka Panjang, kewajiban penyampaian Laporan rencana ULN sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan menyampaikan form header (null/kosong).

Apabila PT PMA A tidak menyampaikan pelaporan ULN kepada Bank Indonesia, maka berdasarkan butir VI.2. SEBI 15/2013 Direksi PT PMA A akan diberikan sanksi administratif berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia dan apabila tidak menyampaikan laporan sebanyak 2 (dua) kali atau lebih secara berturut-turut, selain dikenakan sanksi administratif berupa Surat Peringatan dari Bank Indonesia, Direksi PT PMA A akan dikenakan sanksi administratif berupa Surat Pemberitahuan kepada otoritas/instansi berwenang.


Dalam kaitannya dengan pertanyaan Saudara, maka berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan:
1.    Bahwa cara memperoleh dana dari luar negeri, khususnya untuk kepentingan pembiayaan atau investasi, dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu melalui Penanaman Modal Asing (Foreign Capital Investment) atau melalui pinjaman (Utang Luar Negeri). Kedua cara tersebut diperbolehkan berdasarkan hukum Indonesia; dan
2.    Apabila penerimaan dana luar negeri diberikan melalui Foreign Capital Investment, maka dasar hukum yang relevan dan wajib diperhatikan adalah:
-      Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
-      Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
-      Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal; dan
-      Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 12 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal.
3.    Apabila penerimaan dana luar negeri diperoleh melalui Utang Luar Negeri, maka dasar hukum yang relevan dan wajib diperhatikan adalah:
-      Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar; dan
-      Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/17/DINT Tahun 2013 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, Dan Informasi Keuangan.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar;
  2. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
  3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
  4. Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;
  5. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 12 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal;
  6. Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/17/DINT Tahun 2013 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Berupa Rencana Utang Luar Negeri, Perubahan Rencana Utang Luar Negeri, Dan Informasi Keuangan.

Posting Komentar

0 Komentar