Nasib Anak & Guru PAUD di Lombok Timur

Saya mohon maaf kepada para oknum yang terhalang mendapat tetesan entahlah lebih dari 500 juta. Walau ceritanya dibagi-bagi memang. Karena cerita dari tahun ke tahun, semua yang berperan infonya dapat jatah. Mungkin juga yang berkuasa. Sangat rapi memang, sehingga diperkirakan oknum manusia mulia pemilik NIP tunduk dengan rupiah. Bak tersiram bangkai lembaran biru dan merah, mungkin saja dari arahan halus 30 %. Mereka berontak namun sayang hanya turun menjadi 20 %, 15 % dan ada yang pasrah.Miris melihat sebuah belangko pesanan buku berisi kolom nama buku dan harganya dari salah satu perusahaan yang cukup indah namanya. Dan tentu sangat indah pula apabila kita mencoba untuk berfikir, dalam sujud, pun asal makanan dan rumah mewah yang ditempati anak isteri. Mencoba menelusuri, dimana hati kita ketika menyaksikan karpet lusuh tempat mereka belajar. Dimana hati kita ketika melihat ayunan mereka yang sekali sebulan disambung tali. Dimana hati kita ketika melihat anak-anak bertengkar, menangis karena merebut perosotan yang semakin usang. Guru-gurunya yang juga membagi waktu untuk anak kandung mereka,-pun sampai terbatuk-batuk melerai pertengkaran anak-anak yang memperebutkan Alat Permainan Edukatif (APE). Siapa lagi yang sanggup demikian, jika bukan guru dan pengelola PAUD. Ayunan itu? Ayunan itu? Dimana hati kita ketika para pengelola itu membagi rumah kumuh mereka demi anak-anak usia dini belajar. Dimana hati kita melihat para guru yang tahunan lebih mengabdi dengan ikhlas, bernyanyi dan mengasuh, bersabung birokrasi “Jika bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat”. 
 
Dimana hati kita ketika mereka dengan semangat, rapuh, tunduk, lesu dengan ancaman, jika tidak mengikuti, maka tahun depan tidak dapat atau urusan akan dipersulit. Untuk mempercepat dan mempermulus birokrasi, maka tak sedikit diantara mereka yang bersabung hutang. Catatan ini berharap menjadi asbab hidayah untuk kita membuka hati, pula semoga mampu mengurangi teror nan ancaman, “Perang bhatin dengan penguasa, pengusaha dan orang kaya”. Adicita Bupati dan Kabid PLS ; Kisah Sakit Bertekad Baik. Adicita bupati tidak kami bahas. Karena terlalu jauh. Cukuplah suara tegas Kepala Bidang PLS Lombok Timur, HLM. Nursalim yang berteriak lantang, “Tidak ada 30 %, BOP PAUD 2016 disalurkan melalui pipa dan tidak boleh bocor”. Sebuah Kalimat yang dilontarkan di setiap acara yang disambut tepuk tangan syukur guru PAUD, (Gedung Wanita Lombok Timur, April 2016). Ya. Hanya beliau dalam tupoksinya yang tegas menolak 30 % untuk pembelian buku dari BOP PAUD 2016. Walau dalam sebuah rapat terbatas antar pejabat terkait, pihaknya di “sempatak-ulak” secara halus tapi panas. Mungkin saja karena tekad baiknya yang bercita-cita menutup keran budaya tetesan air hina untuk anak dan isteri oknum-oknum itu. Tak urung, beliau (Mamiq Nursalim) pun menjadi korban, difitnah hanya beliau yang dapat jatah. (Kan ne ngene doang batur Lombok Timur nde??, saling kaken doang, sak kenaq tepesalaq, sak salaq te alurang, saq susah jari abu). 
 
Melihat niat baik yang menyengsarakan itu, beberapa guru dan pengelola PAUD pun kasian terhadap kisah sakit bertekad baik itu. Hingga pada suatu hari sepakat menyusun pernyataan konsep dan aspirasi kepada Bupati Lombok Timur, yang semoga bisa tembus sampai Nasional guna khusus untuk PAUD & LPM, pliss…, kasian mereka. Tak cukupkah ladang lain untuk “…….”. Mohon kasihani mereka. Karpet Lusuh itu? Karpet Lusuh itu? Mereka khawatir niat baik HLM. Nursalim, hanya berlaku di zamannya. Benar saja, ternyata apa yang disampaikan dan ditegaskan Kabid PLS ini, tidak diindahkan secara merata di 20 Kecamatan. Buktinya Laporan dari sahabat – sahabat senasib, contohnya di Kecamatan Suralaga, Alhamdulillah sudah tidak ada lagi arahan 30 %. Demikian juga di kecamatan Sakra dan Selong, Namun info terakhir untuk Sakra Barat, masih berlaku persenan-persenan, tapi 20 %. Laporan itu, tentu tak membuat puas. Karena ternyata, ada lagi laporan yang mengatakan keberhasilan menolak 30 itu ternyata tidak merata. Tanpa anggaran ; demi mereka dan belajar memacu transpransi, maka Kamis, 12 Mei 2016 adalah hari tangis bagi rombongan kawan-kawan. 
Bersabung keterbatasan, kami mengembara melakukan advokasi bahwa kita harus kompak, bersatu dan harus cerdas. Jangan membiarkan intervensi sehalus sutera merugikan kepentingan pokok pendidikan. Karena kepentingan pokok pendidikan hanya guru-guru yang tak omdo yang tau dan tentu memiliki hak menjalankan MBS. Meluncur sehari ke beberapa kecamatan dengan jarak jangkau lebih dari 50 Km. Berangkat Pagi, dari Selong, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Sambelia, Mutar ke Sembalun sampai Isya. Diperjalanan teror SMS dan Telpon datang kembali, tidak diketahui oleh rombongan lain. Cukuplah hanya yang maha menolong yang tahu. Teror itu tentu lebih ringan dan tak membuat tangis. Dokumentasi pribadi Dokumentasi pribadi Yang lebih berat adalah melihat keadaan dan mendengar cerita guru-guru dan pengelola PAUD. Cerita-cerita itu adalah sebagai berikut ; Fasilitas di PAUD mereka, steplesnya dicari sampai 10 menit. Stempel ada yang tidak punya bak. Bak stempel, ada yang tidak punya tinta, pelang runtuh tak ada biaya, tempat anak belajar dimakan rayap, pusing setiap saat memikirkan gaji guru. Dalam proposal BOP PAUD 2016, oknum di kecamatan mengarahkan agar pengelola mengosongkan jumlah anggaran khusus terkait pembelian buku Saat mengantar proposal, mereka, oleh Oknum ber-NIP Indonesia, mereka dimintai uang jalan. Mereka takut tidak menjalankan arahan 30 %, akhirnya ada yang turun menjadi 20 %, 15 % dengan catatan sekian persen dari 30 % tersebut ada persen lagi dan ada juga tetap 30 %. Jika tidak menjalankan arahan tersebut, mereka takut dipersulit dari tanda tangan sampai informasi lainnya, dan bahasa itu katanya keluar dari oknum-oknum berperan terkait usulan guru-guru bangsa tersebut. Ya…. Yang dekat dengan pemegang kebijakan, cobalah turun survey, maka fakta itu akan Anda dapatkan. Tapi caranya, jangan gunakan sepatu, jangan gunakan baju dinas, apalagi mobil dinas. Cobalah anda seolah-olah bagian dari mereka. Serta Bukalah pintu hatimu. Takut tak menjalankan 30% atau merampas hak Anak dan Guru-guru??? Mohon maaf bapak / Ibu guru PAUD. Terpaksa menyampaikan sub judul ini, agar jangan hanya menggrutu dalam benak yang menyakitkan. Semoga bisa menjadi pikiran bersama untuk kompak menolak budaya itu, sesuai harapan sahabat-sahabatnya bapak / Ibu semua. 
 
Kesimpulannya ; Jika sekian % itu diIkuti, mengambil bahasa sahabat, maka “Sama artinya ikut merampas hak anak didik dan guru-guru yang ada di PAUD yang bapak ibu kelola. Mengapa demikian. Karena kata guru-guru PAUD lainnya, “Kepentingan Pokok Bapak / Ibu jauh lebih perlu daripada beli buku yang kadang pula tak sampai itu” (sudah beli saja, tapi mana bukunya. Berdasarkan pengalaman itu. Maka siapapun (anak, isteri, keponakan, dsb dari oknum di kecamatan yang merasa diri kenal dengan oknum-oknum terkait BOP PAUD 2016 Lombok Timur), cobalah kita saling nasihati. Mereka guru-guru PAUD dan kami adalah rakyat kecil yang tak punya gaung, tak punya kuasa dan tak mampu menghadapi saudara. Tanyakan sama Oknum-oknum itu. (Simulasi) Entahlah? Entahlah? Pak / Bu / Paman/ Papuq /Baloq / Bro; Awal Bulan Juni ini kok dapat uang banyak, apa ada percikan dari kasus bengkeng 30 %, 20 %, 15 % itu? Pak / Bu / Paman/ Papuq /Baloq / Bro : Kasian Guru-guru PAUD dong,,, kasian kursi – kursi / karpet lusuh anak – anak PAUD dong,,, kita kan sudah punya gaji, kok ngatur mereka untuk persenan- persenan sih?. Kalau Bapak / IBu / Paman/ Papuq /Baloq Bro, katakana mereka dapat banyak, itu wajar, karena bertahun – tahun mereka merintis, coba pikirin dulu waktu ngrintis ada anggaran g’? Mereka kan masih banyak kekurangan, banyak juga yang masih berhutang, mungkin karena sayang mempersulit mereka?. Pliss… kita udah banyak makan syubhat,,,kurangi dikit dong, dikit aja,,,. (Simulasi) Akhir catatan, mari stop persen-persenan yang menyakitkan Anak-anak dan Guru-guru generasi pendidikan paling dasar (PAUD). Untuk para pengelola LPM, marilah kita tingkatkan dan pacu inovasi, prestasi dan transparansi dari kepercayaan yang diberikan Negara ini. Kita harus cerdas dan peduli, Jauhkan sikap – sikap apatis yang membuat Lombok Timur kehilangan kontrol sosial. 
 
Ndek tape paling ceket, paling pacu, paling pinter, paling cerdas, tapi ini semua untuk mengurangi korban dan mencegah korban yang menjurus kepada kerusakan mental SDM Lombok Timur. Silaq saling membangun, saling sokong, saling peringet, bak gayung yang tak pernah bosan digunakan melayani tuannya ketika haus, gerah, panas, lapar pun berkeringat, demi kepuasan, kebersihan dan kesucian tuannya “Gayung Selaparang”. Arahan beli buku sekian % menghianati Permen no 2 tahun 2016 ? Keterangan beberapa pengelola PAUD di Lombok Timur, terlihat bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 2 Tahun 2016. Tapi ini bukan dari (keinginan) mereka (pengelola PAUD) melainkan (infonya) dari oknum-oknum terhormat di kecamatan. Siapa mereka, kita tunggu apakah arahan ini akan menjadi kenyataan atau tidak???. 
Ceritanya : pasca penolakan arahan pembelian buku 30 %, dengan halus oknum – oknum bermartabat itu, di beberapa kecamatan, ada yang membebaskan untuk menggunakan BOP, tapi ironis memiliki catatan yaitu diarahkan 15 % untuk membeli buku. Jika dikalkulasikan dari jumlah penerimaan BOP Tahun 2016, maka rata-rata mereka akan membeli buku senilai lebih dari satu juta. Padahal dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan RI Indonesia Nomer 2 Tahun 2016 tidak ada penjelasan atau arahan seperti arahan dari oknum – oknum yang seolah-olah paling berjasa di beberapa kecamatan itu. Di posisi yang sama, seringkali ditegaskan bahwa calistung tidak diperbolehkan dalam kurikulum pendidikan anak usia dini. Sebab, idealnya anak-anak murid siswa pada usia PAUD hanya dikenalkan huruf dan angka tanpa harus dipaksa membaca dan berhitung. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa PAUD salah jika disebut sebagai sekolah PAUD. Sebutan yang tepat adalah Taman Bermain, Kelompok Bermain, dsb. 
Berdasarkan pada aturan dalam Permendiknas RI No. 58 TAHUN 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Ada 4 tingkat pencapaian kalaupun membahas kemampuan calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu, Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri, Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung, membaca nama sendiri dan menuliskan nama sendiri. Itu Saja. Jika ada yang berasalan bahwa Calistung menjadi syarat tes untuk masuk SD / MI di sekolah Pavorit maka baca peraturan pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 69 dan pasal 70. Dalam PP tersebut diatur untuk masuk SD atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainnya. Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon peserta didiknya. Jika oknum-oknum tersebut beralasan buku tersebut sebagai panduan guru dalam memberikan anak untuk belajar, lalu mengapa harus diarahkan sekian persen? Dan apakah di setiap buku tersebut sesuai dengan kondisi anak Lombok Timur? Jika seandainya buku tersebut merupakan sebuah kurikulum wajib, lalu mengapa buku tersebut hanya menumpuk di ruangan sempit lokasi para pengelola PAUD mendidik SDM dasar (dini) Lombok Timur?. Lalu kepada siapa mereka mengadu bersama ketakutan mereka menolak arahan tersebut?. Akankan pemerintah Lombok Timur dan siapapun yang membaca tangis mereka ini, diam?. Apa sangsi mereka jika mereka bengkeng menagih pesanan dalam belangko pesanan itu?. Jika designer pendidik sudah bisa (terpaksa) kompromi atau bersahabat atau kompak mengarahkan yang bertentangan, maka bagaimana nasib pendidik dan generasi terdidik di Lombok Timur? Sekali lagi ; Ndek tape paling ceket, paling pacu, paling pinter, paling cerdas, tapi ini semua untuk mengurangi korban dan mencegah korban yang menjurus kepada kerusakan mental SDM Lombok Timur. Wallahua’lam.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/emzet-g-alkautsar/kasian-anak-guru-paud-lombok-timur-perang-30_573b31a5e422bd3c1be835f0
Saya mohon maaf kepada para oknum yang terhalang mendapat tetesan entahlah lebih dari 500 juta. Walau ceritanya dibagi-bagi memang. Karena cerita dari tahun ke tahun, semua yang berperan infonya dapat jatah. Mungkin juga yang berkuasa. Sangat rapi memang, sehingga diperkirakan oknum manusia mulia pemilik NIP tunduk dengan rupiah. Bak tersiram bangkai lembaran biru dan merah, mungkin saja dari arahan halus 30 %. Mereka berontak namun sayang hanya turun menjadi 20 %, 15 % dan ada yang pasrah.Miris melihat sebuah belangko pesanan buku berisi kolom nama buku dan harganya dari salah satu perusahaan yang cukup indah namanya. Dan tentu sangat indah pula apabila kita mencoba untuk berfikir, dalam sujud, pun asal makanan dan rumah mewah yang ditempati anak isteri. Mencoba menelusuri, dimana hati kita ketika menyaksikan karpet lusuh tempat mereka belajar. Dimana hati kita ketika melihat ayunan mereka yang sekali sebulan disambung tali. Dimana hati kita ketika melihat anak-anak bertengkar, menangis karena merebut perosotan yang semakin usang. Guru-gurunya yang juga membagi waktu untuk anak kandung mereka,-pun sampai terbatuk-batuk melerai pertengkaran anak-anak yang memperebutkan Alat Permainan Edukatif (APE). Siapa lagi yang sanggup demikian, jika bukan guru dan pengelola PAUD. Ayunan itu? Ayunan itu? Dimana hati kita ketika para pengelola itu membagi rumah kumuh mereka demi anak-anak usia dini belajar. Dimana hati kita melihat para guru yang tahunan lebih mengabdi dengan ikhlas, bernyanyi dan mengasuh, bersabung birokrasi “Jika bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat”. Dimana hati kita ketika mereka dengan semangat, rapuh, tunduk, lesu dengan ancaman, jika tidak mengikuti, maka tahun depan tidak dapat atau urusan akan dipersulit. Untuk mempercepat dan mempermulus birokrasi, maka tak sedikit diantara mereka yang bersabung hutang. Catatan ini berharap menjadi asbab hidayah untuk kita membuka hati, pula semoga mampu mengurangi teror nan ancaman, “Perang bhatin dengan penguasa, pengusaha dan orang kaya”. Adicita Bupati dan Kabid PLS ; Kisah Sakit Bertekad Baik. Adicita bupati tidak kami bahas. Karena terlalu jauh. Cukuplah suara tegas Kepala Bidang PLS Lombok Timur, HLM. Nursalim yang berteriak lantang, “Tidak ada 30 %, BOP PAUD 2016 disalurkan melalui pipa dan tidak boleh bocor”. Sebuah Kalimat yang dilontarkan di setiap acara yang disambut tepuk tangan syukur guru PAUD, (Gedung Wanita Lombok Timur, April 2016). Ya. Hanya beliau dalam tupoksinya yang tegas menolak 30 % untuk pembelian buku dari BOP PAUD 2016. Walau dalam sebuah rapat terbatas antar pejabat terkait, pihaknya di “sempatak-ulak” secara halus tapi panas. Mungkin saja karena tekad baiknya yang bercita-cita menutup keran budaya tetesan air hina untuk anak dan isteri oknum-oknum itu. Tak urung, beliau (Mamiq Nursalim) pun menjadi korban, difitnah hanya beliau yang dapat jatah. (Kan ne ngene doang batur Lombok Timur nde??, saling kaken doang, sak kenaq tepesalaq, sak salaq te alurang, saq susah jari abu). Melihat niat baik yang menyengsarakan itu, beberapa guru dan pengelola PAUD pun kasian terhadap kisah sakit bertekad baik itu. Hingga pada suatu hari sepakat menyusun pernyataan konsep dan aspirasi kepada Bupati Lombok Timur, yang semoga bisa tembus sampai Nasional guna khusus untuk PAUD & LPM, pliss…, kasian mereka. Tak cukupkah ladang lain untuk “…….”. Mohon kasihani mereka. Karpet Lusuh itu? Karpet Lusuh itu? Mereka khawatir niat baik HLM. Nursalim, hanya berlaku di zamannya. Benar saja, ternyata apa yang disampaikan dan ditegaskan Kabid PLS ini, tidak diindahkan secara merata di 20 Kecamatan. Buktinya Laporan dari sahabat – sahabat senasib, contohnya di Kecamatan Suralaga, Alhamdulillah sudah tidak ada lagi arahan 30 %. Demikian juga di kecamatan Sakra dan Selong, Namun info terakhir untuk Sakra Barat, masih berlaku persenan-persenan, tapi 20 %. Laporan itu, tentu tak membuat puas. Karena ternyata, ada lagi laporan yang mengatakan keberhasilan menolak 30 itu ternyata tidak merata. Tanpa anggaran ; demi mereka dan belajar memacu transpransi, maka Kamis, 12 Mei 2016 adalah hari tangis bagi rombongan kawan-kawan. Bersabung keterbatasan, kami mengembara melakukan advokasi bahwa kita harus kompak, bersatu dan harus cerdas. Jangan membiarkan intervensi sehalus sutera merugikan kepentingan pokok pendidikan. Karena kepentingan pokok pendidikan hanya guru-guru yang tak omdo yang tau dan tentu memiliki hak menjalankan MBS. Meluncur sehari ke beberapa kecamatan dengan jarak jangkau lebih dari 50 Km. Berangkat Pagi, dari Selong, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Sambelia, Mutar ke Sembalun sampai Isya. Diperjalanan teror SMS dan Telpon datang kembali, tidak diketahui oleh rombongan lain. Cukuplah hanya yang maha menolong yang tahu. Teror itu tentu lebih ringan dan tak membuat tangis. Dokumentasi pribadi Dokumentasi pribadi Yang lebih berat adalah melihat keadaan dan mendengar cerita guru-guru dan pengelola PAUD. Cerita-cerita itu adalah sebagai berikut ; Fasilitas di PAUD mereka, steplesnya dicari sampai 10 menit. Stempel ada yang tidak punya bak. Bak stempel, ada yang tidak punya tinta, pelang runtuh tak ada biaya, tempat anak belajar dimakan rayap, pusing setiap saat memikirkan gaji guru. Dalam proposal BOP PAUD 2016, oknum di kecamatan mengarahkan agar pengelola mengosongkan jumlah anggaran khusus terkait pembelian buku Saat mengantar proposal, mereka, oleh Oknum ber-NIP Indonesia, mereka dimintai uang jalan. Mereka takut tidak menjalankan arahan 30 %, akhirnya ada yang turun menjadi 20 %, 15 % dengan catatan sekian persen dari 30 % tersebut ada persen lagi dan ada juga tetap 30 %. Jika tidak menjalankan arahan tersebut, mereka takut dipersulit dari tanda tangan sampai informasi lainnya, dan bahasa itu katanya keluar dari oknum-oknum berperan terkait usulan guru-guru bangsa tersebut. Ya…. Yang dekat dengan pemegang kebijakan, cobalah turun survey, maka fakta itu akan Anda dapatkan. Tapi caranya, jangan gunakan sepatu, jangan gunakan baju dinas, apalagi mobil dinas. Cobalah anda seolah-olah bagian dari mereka. Serta Bukalah pintu hatimu. Takut tak menjalankan 30% atau merampas hak Anak dan Guru-guru??? Mohon maaf bapak / Ibu guru PAUD. Terpaksa menyampaikan sub judul ini, agar jangan hanya menggrutu dalam benak yang menyakitkan. Semoga bisa menjadi pikiran bersama untuk kompak menolak budaya itu, sesuai harapan sahabat-sahabatnya bapak / Ibu semua. Kesimpulannya ; Jika sekian % itu diIkuti, mengambil bahasa sahabat, maka “Sama artinya ikut merampas hak anak didik dan guru-guru yang ada di PAUD yang bapak ibu kelola. Mengapa demikian. Karena kata guru-guru PAUD lainnya, “Kepentingan Pokok Bapak / Ibu jauh lebih perlu daripada beli buku yang kadang pula tak sampai itu” (sudah beli saja, tapi mana bukunya. Berdasarkan pengalaman itu. Maka siapapun (anak, isteri, keponakan, dsb dari oknum di kecamatan yang merasa diri kenal dengan oknum-oknum terkait BOP PAUD 2016 Lombok Timur), cobalah kita saling nasihati. Mereka guru-guru PAUD dan kami adalah rakyat kecil yang tak punya gaung, tak punya kuasa dan tak mampu menghadapi saudara. Tanyakan sama Oknum-oknum itu. (Simulasi) Entahlah? Entahlah? Pak / Bu / Paman/ Papuq /Baloq / Bro; Awal Bulan Juni ini kok dapat uang banyak, apa ada percikan dari kasus bengkeng 30 %, 20 %, 15 % itu? Pak / Bu / Paman/ Papuq /Baloq / Bro : Kasian Guru-guru PAUD dong,,, kasian kursi – kursi / karpet lusuh anak – anak PAUD dong,,, kita kan sudah punya gaji, kok ngatur mereka untuk persenan- persenan sih?. Kalau Bapak / IBu / Paman/ Papuq /Baloq Bro, katakana mereka dapat banyak, itu wajar, karena bertahun – tahun mereka merintis, coba pikirin dulu waktu ngrintis ada anggaran g’? Mereka kan masih banyak kekurangan, banyak juga yang masih berhutang, mungkin karena sayang mempersulit mereka?. Pliss… kita udah banyak makan syubhat,,,kurangi dikit dong, dikit aja,,,. (Simulasi) Akhir catatan, mari stop persen-persenan yang menyakitkan Anak-anak dan Guru-guru generasi pendidikan paling dasar (PAUD). Untuk para pengelola LPM, marilah kita tingkatkan dan pacu inovasi, prestasi dan transparansi dari kepercayaan yang diberikan Negara ini. Kita harus cerdas dan peduli, Jauhkan sikap – sikap apatis yang membuat Lombok Timur kehilangan kontrol sosial. Ndek tape paling ceket, paling pacu, paling pinter, paling cerdas, tapi ini semua untuk mengurangi korban dan mencegah korban yang menjurus kepada kerusakan mental SDM Lombok Timur. Silaq saling membangun, saling sokong, saling peringet, bak gayung yang tak pernah bosan digunakan melayani tuannya ketika haus, gerah, panas, lapar pun berkeringat, demi kepuasan, kebersihan dan kesucian tuannya “Gayung Selaparang”. Arahan beli buku sekian % menghianati Permen no 2 tahun 2016 ? Keterangan beberapa pengelola PAUD di Lombok Timur, terlihat bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 2 Tahun 2016. Tapi ini bukan dari (keinginan) mereka (pengelola PAUD) melainkan (infonya) dari oknum-oknum terhormat di kecamatan. Siapa mereka, kita tunggu apakah arahan ini akan menjadi kenyataan atau tidak???. Ceritanya : pasca penolakan arahan pembelian buku 30 %, dengan halus oknum – oknum bermartabat itu, di beberapa kecamatan, ada yang membebaskan untuk menggunakan BOP, tapi ironis memiliki catatan yaitu diarahkan 15 % untuk membeli buku. Jika dikalkulasikan dari jumlah penerimaan BOP Tahun 2016, maka rata-rata mereka akan membeli buku senilai lebih dari satu juta. Padahal dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan RI Indonesia Nomer 2 Tahun 2016 tidak ada penjelasan atau arahan seperti arahan dari oknum – oknum yang seolah-olah paling berjasa di beberapa kecamatan itu. Di posisi yang sama, seringkali ditegaskan bahwa calistung tidak diperbolehkan dalam kurikulum pendidikan anak usia dini. Sebab, idealnya anak-anak murid siswa pada usia PAUD hanya dikenalkan huruf dan angka tanpa harus dipaksa membaca dan berhitung. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa PAUD salah jika disebut sebagai sekolah PAUD. Sebutan yang tepat adalah Taman Bermain, Kelompok Bermain, dsb. Berdasarkan pada aturan dalam Permendiknas RI No. 58 TAHUN 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Ada 4 tingkat pencapaian kalaupun membahas kemampuan calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu, Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri, Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung, membaca nama sendiri dan menuliskan nama sendiri. Itu Saja. Jika ada yang berasalan bahwa Calistung menjadi syarat tes untuk masuk SD / MI di sekolah Pavorit maka baca peraturan pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 69 dan pasal 70. Dalam PP tersebut diatur untuk masuk SD atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainnya. Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon peserta didiknya. Jika oknum-oknum tersebut beralasan buku tersebut sebagai panduan guru dalam memberikan anak untuk belajar, lalu mengapa harus diarahkan sekian persen? Dan apakah di setiap buku tersebut sesuai dengan kondisi anak Lombok Timur? Jika seandainya buku tersebut merupakan sebuah kurikulum wajib, lalu mengapa buku tersebut hanya menumpuk di ruangan sempit lokasi para pengelola PAUD mendidik SDM dasar (dini) Lombok Timur?. Lalu kepada siapa mereka mengadu bersama ketakutan mereka menolak arahan tersebut?. Akankan pemerintah Lombok Timur dan siapapun yang membaca tangis mereka ini, diam?. Apa sangsi mereka jika mereka bengkeng menagih pesanan dalam belangko pesanan itu?. Jika designer pendidik sudah bisa (terpaksa) kompromi atau bersahabat atau kompak mengarahkan yang bertentangan, maka bagaimana nasib pendidik dan generasi terdidik di Lombok Timur? Sekali lagi ; Ndek tape paling ceket, paling pacu, paling pinter, paling cerdas, tapi ini semua untuk mengurangi korban dan mencegah korban yang menjurus kepada kerusakan mental SDM Lombok Timur. Wallahua’lam.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/emzet-g-alkautsar/kasian-anak-guru-paud-lombok-timur-perang-30_573b31a5e422bd3c1be835f0
Saya mohon maaf kepada para oknum yang terhalang mendapat tetesan entahlah lebih dari 500 juta. Walau ceritanya dibagi-bagi memang. Karena cerita dari tahun ke tahun, semua yang berperan infonya dapat jatah. Mungkin juga yang berkuasa. Sangat rapi memang, sehingga diperkirakan oknum manusia mulia pemilik NIP tunduk dengan rupiah. Bak tersiram bangkai lembaran biru dan merah, mungkin saja dari arahan halus 30 %. Mereka berontak namun sayang hanya turun menjadi 20 %, 15 % dan ada yang pasrah.Miris melihat sebuah belangko pesanan buku berisi kolom nama buku dan harganya dari salah satu perusahaan yang cukup indah namanya. Dan tentu sangat indah pula apabila kita mencoba untuk berfikir, dalam sujud, pun asal makanan dan rumah mewah yang ditempati anak isteri. Mencoba menelusuri, dimana hati kita ketika menyaksikan karpet lusuh tempat mereka belajar. Dimana hati kita ketika melihat ayunan mereka yang sekali sebulan disambung tali. Dimana hati kita ketika melihat anak-anak bertengkar, menangis karena merebut perosotan yang semakin usang. Guru-gurunya yang juga membagi waktu untuk anak kandung mereka,-pun sampai terbatuk-batuk melerai pertengkaran anak-anak yang memperebutkan Alat Permainan Edukatif (APE). Siapa lagi yang sanggup demikian, jika bukan guru dan pengelola PAUD. Ayunan itu? Ayunan itu? Dimana hati kita ketika para pengelola itu membagi rumah kumuh mereka demi anak-anak usia dini belajar. Dimana hati kita melihat para guru yang tahunan lebih mengabdi dengan ikhlas, bernyanyi dan mengasuh, bersabung birokrasi “Jika bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat”. Dimana hati kita ketika mereka dengan semangat, rapuh, tunduk, lesu dengan ancaman, jika tidak mengikuti, maka tahun depan tidak dapat atau urusan akan dipersulit. Untuk mempercepat dan mempermulus birokrasi, maka tak sedikit diantara mereka yang bersabung hutang. Catatan ini berharap menjadi asbab hidayah untuk kita membuka hati, pula semoga mampu mengurangi teror nan ancaman, “Perang bhatin dengan penguasa, pengusaha dan orang kaya”. Adicita Bupati dan Kabid PLS ; Kisah Sakit Bertekad Baik. Adicita bupati tidak kami bahas. Karena terlalu jauh. Cukuplah suara tegas Kepala Bidang PLS Lombok Timur, HLM. Nursalim yang berteriak lantang, “Tidak ada 30 %, BOP PAUD 2016 disalurkan melalui pipa dan tidak boleh bocor”. Sebuah Kalimat yang dilontarkan di setiap acara yang disambut tepuk tangan syukur guru PAUD, (Gedung Wanita Lombok Timur, April 2016). Ya. Hanya beliau dalam tupoksinya yang tegas menolak 30 % untuk pembelian buku dari BOP PAUD 2016. Walau dalam sebuah rapat terbatas antar pejabat terkait, pihaknya di “sempatak-ulak” secara halus tapi panas. Mungkin saja karena tekad baiknya yang bercita-cita menutup keran budaya tetesan air hina untuk anak dan isteri oknum-oknum itu. Tak urung, beliau (Mamiq Nursalim) pun menjadi korban, difitnah hanya beliau yang dapat jatah. (Kan ne ngene doang batur Lombok Timur nde??, saling kaken doang, sak kenaq tepesalaq, sak salaq te alurang, saq susah jari abu). Melihat niat baik yang menyengsarakan itu, beberapa guru dan pengelola PAUD pun kasian terhadap kisah sakit bertekad baik itu. Hingga pada suatu hari sepakat menyusun pernyataan konsep dan aspirasi kepada Bupati Lombok Timur, yang semoga bisa tembus sampai Nasional guna khusus untuk PAUD & LPM, pliss…, kasian mereka. Tak cukupkah ladang lain untuk “…….”. Mohon kasihani mereka. Karpet Lusuh itu? Karpet Lusuh itu? Mereka khawatir niat baik HLM. Nursalim, hanya berlaku di zamannya. Benar saja, ternyata apa yang disampaikan dan ditegaskan Kabid PLS ini, tidak diindahkan secara merata di 20 Kecamatan. Buktinya Laporan dari sahabat – sahabat senasib, contohnya di Kecamatan Suralaga, Alhamdulillah sudah tidak ada lagi arahan 30 %. Demikian juga di kecamatan Sakra dan Selong, Namun info terakhir untuk Sakra Barat, masih berlaku persenan-persenan, tapi 20 %. Laporan itu, tentu tak membuat puas. Karena ternyata, ada lagi laporan yang mengatakan keberhasilan menolak 30 itu ternyata tidak merata. Tanpa anggaran ; demi mereka dan belajar memacu transpransi, maka Kamis, 12 Mei 2016 adalah hari tangis bagi rombongan kawan-kawan. Bersabung keterbatasan, kami mengembara melakukan advokasi bahwa kita harus kompak, bersatu dan harus cerdas. Jangan membiarkan intervensi sehalus sutera merugikan kepentingan pokok pendidikan. Karena kepentingan pokok pendidikan hanya guru-guru yang tak omdo yang tau dan tentu memiliki hak menjalankan MBS. Meluncur sehari ke beberapa kecamatan dengan jarak jangkau lebih dari 50 Km. Berangkat Pagi, dari Selong, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Sambelia, Mutar ke Sembalun sampai Isya. Diperjalanan teror SMS dan Telpon datang kembali, tidak diketahui oleh rombongan lain. Cukuplah hanya yang maha menolong yang tahu. Teror itu tentu lebih ringan dan tak membuat tangis. Dokumentasi pribadi Dokumentasi pribadi Yang lebih berat adalah melihat keadaan dan mendengar cerita guru-guru dan pengelola PAUD. Cerita-cerita itu adalah sebagai berikut ; Fasilitas di PAUD mereka, steplesnya dicari sampai 10 menit. Stempel ada yang tidak punya bak. Bak stempel, ada yang tidak punya tinta, pelang runtuh tak ada biaya, tempat anak belajar dimakan rayap, pusing setiap saat memikirkan gaji guru. Dalam proposal BOP PAUD 2016, oknum di kecamatan mengarahkan agar pengelola mengosongkan jumlah anggaran khusus terkait pembelian buku Saat mengantar proposal, mereka, oleh Oknum ber-NIP Indonesia, mereka dimintai uang jalan. Mereka takut tidak menjalankan arahan 30 %, akhirnya ada yang turun menjadi 20 %, 15 % dengan catatan sekian persen dari 30 % tersebut ada persen lagi dan ada juga tetap 30 %. Jika tidak menjalankan arahan tersebut, mereka takut dipersulit dari tanda tangan sampai informasi lainnya, dan bahasa itu katanya keluar dari oknum-oknum berperan terkait usulan guru-guru bangsa tersebut. Ya…. Yang dekat dengan pemegang kebijakan, cobalah turun survey, maka fakta itu akan Anda dapatkan. Tapi caranya, jangan gunakan sepatu, jangan gunakan baju dinas, apalagi mobil dinas. Cobalah anda seolah-olah bagian dari mereka. Serta Bukalah pintu hatimu. Takut tak menjalankan 30% atau merampas hak Anak dan Guru-guru??? Mohon maaf bapak / Ibu guru PAUD. Terpaksa menyampaikan sub judul ini, agar jangan hanya menggrutu dalam benak yang menyakitkan. Semoga bisa menjadi pikiran bersama untuk kompak menolak budaya itu, sesuai harapan sahabat-sahabatnya bapak / Ibu semua. Kesimpulannya ; Jika sekian % itu diIkuti, mengambil bahasa sahabat, maka “Sama artinya ikut merampas hak anak didik dan guru-guru yang ada di PAUD yang bapak ibu kelola. Mengapa demikian. Karena kata guru-guru PAUD lainnya, “Kepentingan Pokok Bapak / Ibu jauh lebih perlu daripada beli buku yang kadang pula tak sampai itu” (sudah beli saja, tapi mana bukunya. Berdasarkan pengalaman itu. Maka siapapun (anak, isteri, keponakan, dsb dari oknum di kecamatan yang merasa diri kenal dengan oknum-oknum terkait BOP PAUD 2016 Lombok Timur), cobalah kita saling nasihati. Mereka guru-guru PAUD dan kami adalah rakyat kecil yang tak punya gaung, tak punya kuasa dan tak mampu menghadapi saudara. Tanyakan sama Oknum-oknum itu. (Simulasi) Entahlah? Entahlah? Pak / Bu / Paman/ Papuq /Baloq / Bro; Awal Bulan Juni ini kok dapat uang banyak, apa ada percikan dari kasus bengkeng 30 %, 20 %, 15 % itu? Pak / Bu / Paman/ Papuq /Baloq / Bro : Kasian Guru-guru PAUD dong,,, kasian kursi – kursi / karpet lusuh anak – anak PAUD dong,,, kita kan sudah punya gaji, kok ngatur mereka untuk persenan- persenan sih?. Kalau Bapak / IBu / Paman/ Papuq /Baloq Bro, katakana mereka dapat banyak, itu wajar, karena bertahun – tahun mereka merintis, coba pikirin dulu waktu ngrintis ada anggaran g’? Mereka kan masih banyak kekurangan, banyak juga yang masih berhutang, mungkin karena sayang mempersulit mereka?. Pliss… kita udah banyak makan syubhat,,,kurangi dikit dong, dikit aja,,,. (Simulasi) Akhir catatan, mari stop persen-persenan yang menyakitkan Anak-anak dan Guru-guru generasi pendidikan paling dasar (PAUD). Untuk para pengelola LPM, marilah kita tingkatkan dan pacu inovasi, prestasi dan transparansi dari kepercayaan yang diberikan Negara ini. Kita harus cerdas dan peduli, Jauhkan sikap – sikap apatis yang membuat Lombok Timur kehilangan kontrol sosial. Ndek tape paling ceket, paling pacu, paling pinter, paling cerdas, tapi ini semua untuk mengurangi korban dan mencegah korban yang menjurus kepada kerusakan mental SDM Lombok Timur. Silaq saling membangun, saling sokong, saling peringet, bak gayung yang tak pernah bosan digunakan melayani tuannya ketika haus, gerah, panas, lapar pun berkeringat, demi kepuasan, kebersihan dan kesucian tuannya “Gayung Selaparang”. Arahan beli buku sekian % menghianati Permen no 2 tahun 2016 ? Keterangan beberapa pengelola PAUD di Lombok Timur, terlihat bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 2 Tahun 2016. Tapi ini bukan dari (keinginan) mereka (pengelola PAUD) melainkan (infonya) dari oknum-oknum terhormat di kecamatan. Siapa mereka, kita tunggu apakah arahan ini akan menjadi kenyataan atau tidak???. Ceritanya : pasca penolakan arahan pembelian buku 30 %, dengan halus oknum – oknum bermartabat itu, di beberapa kecamatan, ada yang membebaskan untuk menggunakan BOP, tapi ironis memiliki catatan yaitu diarahkan 15 % untuk membeli buku. Jika dikalkulasikan dari jumlah penerimaan BOP Tahun 2016, maka rata-rata mereka akan membeli buku senilai lebih dari satu juta. Padahal dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan RI Indonesia Nomer 2 Tahun 2016 tidak ada penjelasan atau arahan seperti arahan dari oknum – oknum yang seolah-olah paling berjasa di beberapa kecamatan itu. Di posisi yang sama, seringkali ditegaskan bahwa calistung tidak diperbolehkan dalam kurikulum pendidikan anak usia dini. Sebab, idealnya anak-anak murid siswa pada usia PAUD hanya dikenalkan huruf dan angka tanpa harus dipaksa membaca dan berhitung. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa PAUD salah jika disebut sebagai sekolah PAUD. Sebutan yang tepat adalah Taman Bermain, Kelompok Bermain, dsb. Berdasarkan pada aturan dalam Permendiknas RI No. 58 TAHUN 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Ada 4 tingkat pencapaian kalaupun membahas kemampuan calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu, Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri, Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung, membaca nama sendiri dan menuliskan nama sendiri. Itu Saja. Jika ada yang berasalan bahwa Calistung menjadi syarat tes untuk masuk SD / MI di sekolah Pavorit maka baca peraturan pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 69 dan pasal 70. Dalam PP tersebut diatur untuk masuk SD atau sederajat tidak didasarkan pada tes baca, tulis, hitung atau tes lainnya. Tidak ada alasan bagi penyelenggara pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) atau sederajat untuk menggelar tes masuk bagi calon peserta didiknya. Jika oknum-oknum tersebut beralasan buku tersebut sebagai panduan guru dalam memberikan anak untuk belajar, lalu mengapa harus diarahkan sekian persen? Dan apakah di setiap buku tersebut sesuai dengan kondisi anak Lombok Timur? Jika seandainya buku tersebut merupakan sebuah kurikulum wajib, lalu mengapa buku tersebut hanya menumpuk di ruangan sempit lokasi para pengelola PAUD mendidik SDM dasar (dini) Lombok Timur?. Lalu kepada siapa mereka mengadu bersama ketakutan mereka menolak arahan tersebut?. Akankan pemerintah Lombok Timur dan siapapun yang membaca tangis mereka ini, diam?. Apa sangsi mereka jika mereka bengkeng menagih pesanan dalam belangko pesanan itu?. Jika designer pendidik sudah bisa (terpaksa) kompromi atau bersahabat atau kompak mengarahkan yang bertentangan, maka bagaimana nasib pendidik dan generasi terdidik di Lombok Timur? Sekali lagi ; Ndek tape paling ceket, paling pacu, paling pinter, paling cerdas, tapi ini semua untuk mengurangi korban dan mencegah korban yang menjurus kepada kerusakan mental SDM Lombok Timur. Wallahua’lam.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/emzet-g-alkautsar/kasian-anak-guru-paud-lombok-timur-perang-30_573b31a5e422bd3c1be835f0

Posting Komentar

0 Komentar